DUA PULUH DUA TAHUN yang lalu, Kampus Darussalam yang hari ini megah dan membanggakan hati, masih
kebun kelapa di tengah rawa. Lokasinya masih terdaftar sebagai erfpacht N.V.Roempit
, jauh diluar kota.
Pada musim hujan tanah erfpacht Roempit adalah rawa yang lembab. Juga dipermukaan kubangan kerbau yang berserakan di sana-sini. Sebaliknya jika musim kemarau. tanahnya gersang, pecah berbungkah-bungkah. Sementara pepohonan seperti nyiur, hidup segan di atasnya, berdaun merah layu. Tidak lagi berbuah seperti tiga puluh tahun dahulu ketika ia masih rimbun.
Dimasa perang melawan Belanda, enampuluh-tujuhpuluh tahun lampau, daerah ini menjadi basis gerilnya Muslimin. Front terdepan yang menghadang serdadu-serdadu Belanda di lintas lini pertahanan dari Krueng Cut membujur ke Lam Baro.
Dapatlah kita perkirakan berapa banyak darah mencurah di sini dan manusia-manusia terbenam di dalam lumpur. Ketika rakyat Aceh pada awal 1942 berontak terhadap kekuasaan Belan¬da, daerah ini sekali lagi merupakan basis pertahanan yang mencatat sejarah tersendiri.
Disinilah rakyat Duapuluh Dua Mukim mengadakan steling pertahanan. Pejuang-pejuang Aceh yang berlindung di sekitar Tanah Rumpet ini pada malam tanggal 11 Maret 1942 menghadang mobil-mobil lapis-baja Belanda yang menyerang tempat kediaman Teuku Nyak Arif.
Selama tiga-setengah tahun rejim militer Jepang menduduki Aceh. Rumpet menjadi daerah angker menyeramkan: bau amis yang memuakkan bergelimang di sini. Jika seorang penduduk kampung seberang sana, Tungkop, Lambaro Angan, Mireuk, pagi pagi berangkat kekota dan petangnya kembali, selalu tercium bau yang meremangkan sekitar sini. Anyir dan mual dan muak sekali.
Kata orang, bila matahari hendak tenggelam, jin-jin di Rumpet berpestapora sambil bertanak malam. Bila menjelang malam, orang hendak kekota, ada saja teman-sekampungnya berpesan: jangan lewati lokasi Rumpet pada senja-hari.
Andaikata pesan itu tidak dihiraukan, adakalanya terjadi hal-hal yang tidak mereka duga. Aneka bayangan melintasi, membuat bulu-kuduk meremang, rambut keras menegang dan hidung mencium bau aneh. Tidak semua orang percaya pada takhyui itu. Mungkin juga anda.
Tetapi apakah anda dapat mendustai mata sendiri, apabila anda senja ataupun malam gerimis, benar-benar di situ dapat kita saksikan bunga-bunga api yang menyembur, berlarian kian-kemari di celah-celah dan di atas permukaan rawa?
Orang sana menyebutnya jen apui atau setan api. Kenyataan ini, aneh. Tetapi bukankah kehidupan sering-sering tak terelakkan dengan hal-hal yang aneh?
Memang, kita tidak banyak dapat berbicara mengenai keanehan-keanehan rawa di situ. Akan tetapi banyak penduduk di sekitarnya, terutama orang-orang tua, dapat bercerita jelas tentang ini.
Rencana pusat Universitas di Darussalam. (Foto: STN/TA. Talsya).
Cerita yang aneh-aneh tengah suasana malam di rawa Rumpet, yang namanya sekarang telah bertukar menjadi Kampus Darussalam. Rawa-rawa, yang kata orang sarang hantu itu tak ada lagi, sekarang. N.V.Roempit telah ber¬tukar nama menjadi DARUSSALAM.
Singgasana hantu dahulu, kini beralih menjadi gedung berlabur putih-putih. Belukar-belukar Rumpet yang kata orang, tadinya dihuni pari-pari dan setan api, tidak kelihatan lagi. Di atasnya telah bermunculan gedung-gedung. Wajahnya berubah menjadi Kampus yang tumbuh dari rawa.
Pada 1 Pebruari 1958, di Banda Aceh diadakan suatu rapat. Disana dibahas per-soalan menyangkut haluan dan policy pembangunan pendidikan di Aceh yang sangat jauh tertinggal di belakang, berbanding dengan beberapa daerah lain.
Rapat disponsori dan dipimpin oleh Ketua Penguasa Perang dan Gubernur Aceh, Kolonel Sjammaun Gaharu dan Gubernur A.Hasjmy. Dihadiri juga para staf lembaga masing-masing dan orang-orang patut. Hasil rapat, ialah kesepakatan dan kebulatan tekad ‘bersama untuk memajukan pendidikan di Aceh dan menempatkannya pada urutan prioritas teratas.
Gotong royong menimbun rawa2 untuk mendirikan kampus Darussalam pada tahun 1958
Langkah permulaan yang akan dijalani ialah men¬dirikan sebuah kota-pelajar mahasiswa sebagai sentrum lembaga pendidikan tinggi. Landasan kesepakatan tersebut selanjutnya disempurnakan dan diperluas. Dan dituangkanlah kedalam suatu Anggaran Dasar Yayasan Dana Kesejahteraan Aceh.
Untuk pelaksanaan pem¬bangunan kota pelajar mahasiswa dimaksud serta untuk kesempurnaan kelancaran aktivitas penyelenggaraannya, disamping Yayasan Dana Kesejahteraan Aceh dibentuk sebuah badan, Komisi Pencipta Kota Pelajar/-Mahasiswa Darussalam. Tugasnya antara lain untuk menyebarkan pengertian dan memperluas penerangan kepada segenap rakyat mengenai arti dan ujud Kota Pelajar/Mahasiswa itu.
.
Dua tokoh pionir Kota Pelajar/Mahasiswa Darussalam, Kolonel Sjamaun Gaharu dan Gubernur A.Hasjmyketika meninjau Darussalam, 1958.
Komisi Pencipta dipimpin Gubernur A.Hasjmy. Lenggangnya seirama dengan Yayasan Dana Kesejahteraan Aceh. Bedanya hanya di dalam tugas. Jika Yayasan bergerak dalam usaha pembangunan Kampus, maka Komisi berfungsi mengharungi hati-hati semua orang di Aceh supaya menghayati arti penting pembangunan pendidikan tersebut.
Untuk mempercepat langkah kearah tujuan, maka disusun tiga landasan pokok yang mengandung perpaduan diantara Komisi, Yayasan dan Rakyat.
Landasan itu:
Pertama : Komisi Pen¬cipta adalah badan pemikir, inspirasi dan pencipta.
Kedua : Yayasan Dana Kesejahteraan Aceh adalah badan pelaksana.
Ketiga : Rakyat adalah modal utama pembangunan raksasa itu.
Program kerjanya ialah merencanakan idea mengenai bentuk, isi, jiwa dan semangat Kota Pelajar/ Mahasiswa yang hendak dibina. Selanjutnya melengkapinya dengan berbagai sarana kebutuhan.
Disamping itu dirasakan sebagai sangat penting . adalah penyampaian penerangan kepada masyarakat luas tentang faedahnya usaha yang sedang dibangun. Pada 8 Mei 1958 suatu delegasi otoritas dan para ahli turun kelapangan, mencari suatu lokasi yang sesuai untuk kota pelajar yang luas dan lengkap.
Mereka yang terdiri dari pada pengurus Yayasan Dana Kesejahteraan Aceh, Kepala Dinas Pekerjaan Umum tingkat Propinsi dan Kabupaten Aceh Besar, pejabat Inspektorat Agraria dan para undangan, mula-mula mencari sebidang tanah daerah Mata le. Mereka tertarik dengan erfpacht Keutapang Dua di seberang jembatan.
Tetapi demi diselidiki, tanah tersebut tidak memenuhi syarat. Lantas gagal.
Diambillah keputusan pada tanggal 24 Mai 1958 untuk memastikan tanah erfpacht N.V.Roempit di Lamnyong, menjadi Kam¬pus. Pada 30 Mei berikutnya kompleks ini ditinjau. Ternyata memenuhi syarat.
Luasnya kurang lebih 181 HA. Disampingnya masih terdapat banyak tanah yang bisa dikuasai kemudian, apabila rencana perluasan menghendakinya kelak.
Setelah rapat lengkap Yayasan Dana Kesejahte¬raan Aceh pada 5 Juni 1958 yang dilanjutkan pada tanggal 4 Juli berikutnya, dilakukan peninjauan langsung kelapangan N.V.Reompit.
Team terdiri dari Ketua Penguasa Perang Kolonel Syammaun Gaharu, Guber¬nur A.Hasjmy, Kepala Staf Kodam I lskandar Muda Letnan Kolonel T.Hamzah. Juga disertai anggota-anggota Staf Penguasa Perang, para pejabat sipil dan kepolisian serta un¬dangan.
Dengan demikian men¬jadi pasti bahwa tanah N.V.Roempit ditetapkan menjadi kompleks Kota Pelajar Mahasiswa Aceh.
Komisi Pencipta menetapkan nama “DARUSSALAM” untuk Kota Pelajar tersebut dan nama “SYIAH KUALA” untuk Universitas yang akan dibangun di atasnya.
Darussalam, nama yang diangkat kembali kepermukaan dari pendaman sejarah Aceh masa gemilangnya kerajaan di bawah pimpinan Sulthan Johansyah di tahun 1205 M (601H).
Ketika itu, sebuah negara Islam yang kuat berdiri di Aceh Raya yang dikenal dengan”ACEH DARUSSALAM”.
Nama Syiah Kuala dipetik dari khazanah se¬jarah ilmu pengetahuan, yakni gelar kehormatan Teungku Syekh Abdurrauf, salah seorang Ulama Besar dan Mufti Kerajaan Aceh.
Ditetapkan pula bahwa Kota Darussalam akan memiliki berbagai bangunan untuk Pusat Universitas, gedung-gedung pendidikan berbagai tingkat dan berbagai kejuruan. Juga dibangun perumahan untuk Rektor, Dekan dan para Dosen, perumahan pegawai, asrama mahasiswa, wisma tamu, perkantoran dan klinik pengobatan.
Tugu Kopelma Darussalam
Di sana juga akan ter¬dapat kolam renang, taman bunga, stadion dan serba kelengkapan rekreasi. Disamping TUGU Darussalam, juga akan didirikan sebuah Mesjid Darussalam yang luas.
Untuk mendapat hasil yang sebaik mungkin, diadakan sayembara skets perspektif bangunan dan situasi Darussalam yang akan dipadukan dengan petunjuk Biro Planologi Jakarta yang diundang khusus untuk membantu perencanaan tersebut.
Mengingat partisipasi masyarakat adalah modal utama keberhasilan rencana pembangunan ini, maka Komisi Pencipta menugaskan semua anggotanya melakukan kampanye penerangan ke berbagai tempat.
Penerangan telah dilakukan terus menerus untuk memantapkan idea Darussalam kelubuk hati dua juta rakyat. Maka mengalirlah sokongan dari segenap pelosok, sehingga dimana-mana dibentuk badan penerima sumbangan.
Rakyat mengadakan gerakan pengumpulan botol kosong, kertas koran bekas, hewan ternak, bekas dan emas perhiasan. Ada pula menyumbang gedung yang siap ditempati ataupun perhiasan emas dalam jumlah besar, sebagaimana dihibahkan oleh Kolonel Syamaun Gaharu.
Para pegawai dan anggota ABRI merelakan pemotongan gajinya untuk pembangunan Darussalam. Mereka juga, bersama sama para pelajar dan penduduk datang ke Darus¬salam dengan pacul, linggis dan bukulah, melakukan gotongroyong.
Dibersihkanlah belukar, ditimbunlah parit dan rawa-rawa berlumpnr, ditebanglah pohon-pohonan yang menyemakkan, dan dibuat trase-trase jalan.
Sangat sederhana permulaan kerja membangun Darussalam ini. Primitif sekali. Dengan tangan dan tenaga. Dengan kemauan yang diganjel cita-cita.
Pada tanggal 17 Agustus 1958 diletakkan “batu Pertama” oleh Menteri Agama Republik Indonesia Kyai Haji Ilyas
Setan dan nyamuk, sejak hari itu menyingkir dari Darussalam. Telah ditinggalkannya telaga-telaga kubangan yang menjadi singgasana kediamannya berpuluh tahun.
N.V.Roempii telah tak ada. Yang kini terpampang sejauh mata memandang adalah kompleks pendidikan. Rawa-rawa telah lenyap terbenam di bawah bangunan gedung-gedung kuliah dan rumah para dosen.
Untuk Darussalam, Kampus yang tumbuh dari rawa ini kita patut merasa bangga. Kita patut bersyukur kepada Allah Maha Kuasa. Kita patut tidak pernah akan melupakan bahwa di bawah pendaman gedung-gedung bertebaran itu, ada satu lapisan tanah dimana keringat pernah membasahinya. Ada jejak-jejak telapak kaki puluhan ribu manusia yang meletakkan landasan untuk Darus¬salam.
Botol-botol kosong dan kertas-koran-bekas menjadi fundasi Kampus ini…..
Di celah-celah pohon kelapa dibangun gedung-gedung Pendidikan. 1959. (Foto: STN/TA)
( Sumber: Disalin kembali dari Majalah SANTUNAN no.47 Tahun ke V, September 1980, halaman 8 – 11. Majalah SANTUNAN diterbitkan Kanwil Dipartemen Agama Provinsi Daerah Istimewa Aceh, Banda Aceh.,T.A. Sakti ).
Oleh: T.A. Talsya
Tulisan ini copas dari graup Wa