Orang-orang GAM di negara-negara Skandinavia,terutama disekitar Stockholm,Swedia, sebagian besar adalah pendatang baru, semenjak Hasan Tiro menjadikan kota tersebut sebagai domisilinya dan sebagai Markas Besar GAM di luar negeri.
Keberadaan Hasan Tiro di Stockholm, Swedia, lbagaikan inti magnet,yang menyerap/ menarik semua metal lain yang berada dalam medan magnet, untuk konsentrasi di sekitar kota/negara tersebut.
Umumnya mereka datang dari Malaysia, atau Singapura, dan dari Aceh/Indonesia baik melalui maupun tanpa melalui Malaysia, serta juga dari negara negara lainnya di dunia, sedangkan sebagian kecil dari mereka memang telah
merupakan mukimin lama di negara negara Skandinavia.
Sebagian kecil dari orang-orang GAM yang berada di luar negeri, ada pula yang dikirim ke Lybia untuk mengikuti pelatihan militer di Kamp Maktabah, Tajura, dekat Tripoli.Mereka yang dikirim ke Lybia umumnya berusia muda, rata rata di bawah umur 30 tahun.
Muzakkir Manaf sendiri yang kemudian menjadi Panglima Perang GAM,menggantikan Abdullah Syafe’i adalah jebolan Lybia lichting pertama, tahun 1986.
Ada berbagai keterangan tentang jumlah orang GAM yang dilatih di Libya, antara tahun1986 s/d 1989, sebagaimana ditulis oleh Kirsten E. Schulze, dalam makalahnya sebagai berikut:
Menurut Hasan Tiro, di antara 30.000, ada sebanyak 5. 000 gerillia GAM telah dilatih di Libya, antar tahun 1986 dan 1989,Malik Mahmud mengatakan ada sebanyak 1. 500 orang.
Para pengamat,mempercayai ada sebanyak 700–800 orang GAM dilatih di Lybya,sedangkan kalangan militer Indonesia, mengatakan sebanyak 583 orang GAM adalah lulusan latihan di Lybia.
Tgk. Hasan Tiro sendiri ikut menggembleng mereka yang dilatih di Lybia, khususnya dalam hal,politik, sejarah, dan ideologi perjuangan.
Walaupun orang-orang GAM dilatih di sana, namun tidaklah otomatis berarti Lybia mendukung “Aceh Merdeka”, hal itu terbukti kemudian ketika pada tahun 2003,Presiden Lybia Muammar Khadhafi, secara terang-terangan mendukung “the unity and integrity of the Indonesian state”.
Sedangkan keseluruhan orang GAM menurut Kirsten, berkembang dengan pesat dari sebanyak 70 orang pada tahun 1976, menjadi beberapa ratus pada akhir tahun 1980-an, dan antara tahun 1999–2000 meningkat menjadi 3.000 orang.
Pada sekitar atau selama berlakunya COHA, yakni pada tahun 2002/2003, ada sekitar 5.500 orang,serta tahun 2004) menjadi sebanyak 8.000 orang.
Mereka yang dikirim untuk latihan di Lybia umumnya adalah orang-orang GAM yang tadinya berdomisili di Malaysia atau Singapura, walaupun ada juga beberapa orang langsung datang dari Aceh atau Indonesia, namun tetap saja melalui Malaysia dan atau Singapura, untuk kemudian berangkat ke Lybia. Setelah menyelesaikan latihan tersebut mereka umumnya kembali ke Aceh melalui Malaysia dan/atau
Singapura.
Sesampainya di Aceh, menurut Kirsten, mereka menata organisasi baru dari
Para Komando GAM, yang terbagi menjadi tiga group, yakni:
1). Group yang bertanggung jawab untuk pendidikan dan kewaspadaan,
2). Group yang ber-tanggung
jawab untuk diplomasi, dan
3). Group yang bertanggung jawab untuk operasi militer.
Pulangnya mereka para alumni Libya tersebut, menambah semangat dan maraknya GAM di Aceh.
Sementara itu ada pula orang-orang GAM merasa tidak nyaman lagi berada di Aceh,dan belum atau tidak siap untuk “naik ke gunung atau hutan”, mereka hijrah ke Medan, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan juga ke tempat-tempat lainnya diIndonesia.
Mereka, ditempat baru meneruskan perjuangan dengan berbagai cara, dan
bila perlu sesewaktu kumpul di Jakarta atau ditempat lainnya untuk menggerakkan dan meramaikan demonstrasi dengan tema-tema tertentu.
Sebagian dari mereka telah
berubah pikiran, tidak lagi berstatus sebagai pejuang GAM, tetapi cukup sebagai simpatisan atau pendukung saja, atau bahkan memutuskan hubungan sama sekali dengan GAM.
Sumber fecebook adi fa