Thiyarah adalah menganggap sial karena sesuatu.
Thiyarah merupakan tradisi kaum jahiliyyah yg sudah menjadi kepercayaan. Mirisnya thiyarah ini Sampai sekarang masih terjebak dalam masyarakat awam seluruh dunia. berikut beberapa contoh thiyarah yg sering kita dengar dalam masyarakat;
1.Menjual garam atau jarum di malam hari, akan membawa kebangkrutan pada toko, warung, atau usaha lainnya.
2.. Berfoto bersama dalam jumlah ganjil, salah satu dari yang difoto akan cepat meninggal, apalagi yang di tengah.
3.Bayi sering sakit-sakitan,pertanda namanya harus diganti.
4.Burung bersuara serak terbang di atas rumah, akan ada yang meninggal dunia dalam waktu dekat di antara anggota keluarga pemilik rumah.
5.Ibu hamil tidak boleh melakukan kegiatan menjahit, sebab bayinya akan mengalami cacat lahir.
Dan masih banyak contoh aneh² lainnya.
Itulah sebagian mitos orang tua jaman dulu yang diajari kepada anaknya, hingga anaknya pun menjadi jiwa-jiwa yang hidup dengan SEJUTA PAMALI dan kemudian menurunkan kepada cucu-cucunya pula. Maka jadilah ‘petuah-petuah’ di atas sebagai pesan berantai yang atas dasar katanya, katanya, dan katanya, yg tak pernah sama sekali ditemukan sumbernya.
Sungguh miris!!!
Oleh karena itu, kita sebagai muslim yang hidup dalam syariat Islam dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, wajib untuk tidak mempercayainya.
Sekali lagi, WAJIB UNTUK TIDAK MEMPERCAYAINYA!
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sudah menyatakan bahwa tidak ada di antara kita melainkan terhinggap perasaan pesimis karena sesuatu atau merasa bernasib sial karena mendengar atau melihat sesuatu.
Beliau bersabda:
“Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik—tiga kali—. Tidaklah di antara kita kecuali beranggapan seperti itu, akan tetapi Allah menghilangkannya dengan tawakal.” (HR. Abu Daud: 3411).
Berikut doa yg diajarkan Rasulullah kepada sahabat supaya dijauhkan dari thiyarah:
"ALLAHUMMA LAA KHAIRA ILLA KHAIRUKA WALAA THAIRA ILLA THAIRUKA WALAA ILAAHA GHAIRUKA"
Artinya:
“Ya Allah, tidak ada kesialan selain dengan ketentuan-Mu dan tidak ada kebaikan selain kebaikan-Mu, dan tiada sesembahan yang berhak disembah selain-Mu.” (HR. Ahmad: 6748)