Tidak hanya menyatukan 2 insan tetapi sifatnya, marahnya, ngambeknya, masakannya yang tidak seenak ibunya, hutangnya, kebaikan plus keburukannya TUNAIIIII.
Pentingnya Menjaga Ego dalam Rumah Tangga.
Mulai saat ini, belajarlah menepi ketika amarah itu muncul, belajarlah menerima ketika rasa kecewa itu datang. Rangkul diri kita terlebih dahulu, peluk diri kita sepenuh kelembutan, dan adukan keluh kesah kita kepada Allah.
Bukan untuk menahan kesedihan, tapi agar kita tahu langkah terbaik apa yang bisa kita lakukan.
Dalam pernikahan, kita dituntut untuk mendewasa dalam segala hal. Termasuk dalam melampiaskan segala bentuk emosi. Maka tidak selayaknya emosi itu dilampiaskan pada hal-hal yang sifatnya mendzalimi pasangan ataupun diri sendiri.
Terlebih saat kita memiliki anak, dan melampiaskan emosi itu pada anak kita. Sungguh, jangan sampai anak kita menjadi korban atas emosi orangtuanya yang tidak terkendali.
Pernikahan tidak hanya menjalin romantisme dan kemesraan, kita pun akan bertemu dengan sekelumit perbedaan atau ketidakcocokan dengan pasangan kita.
Lalu, apakah itu berarti jodoh kita bukan orang yang tepat untuk kita? Apakah itu berarti kita salah dalam memilih jodoh? Perihal ini, jangan terburu-buru mengambil kesimpulan sendiri.
Kecewa, sedih, marah, adalah perasaan yang valid pada diri manusia. Namun kendali pada setiap perasaan itu adalah milik kita seutuhnya.
Kita lah yang memberikan arti pada setiap perasaan yang hadir dalam hati kita. Dan arti itu lah yang berpengaruh pada perilaku kita setelahnya.
Namun yang kebanyakan terjadi dalam rumah tangga adalah suami dan istri justru sibuk saling menuntut agar pasangannya menjadi sesuai harapannya.
Padahal, selalu ada ruang kecewa dalam setiap harap kita pada manusia. Selalu ada ruang ketidakpuasan saat kita bersikeras mengendalikan pasangan kita.
Sungguh, menikah bukanlah perkara yang mudah.
Kita tidak hanya harus membiasakan diri
untuk menerima kesalahan pasangan, tapi
juga harus terbiasa untuk mengakui
kesalahan diri sendiri.
Kita tidak hanya harus membiasakan diri untuk menerima permintaan maaf, tapi juga harus terbiasa menghilangkan gengsi dalam meminta maaf.
Kita menikah bukan untuk berlomba-lomba membuktikan siapa yang paling hebat, atau siapa yang paling benar, tapi untuk meluaskan sudut pandang kita dan berpikiran terbuka dalam setiap keadaan.
Terutama saat hadirnya konflik mengiringi perjalanan rumah tangga, manajemen emosi yang buruk menggelayuti perasaan maupun pikiran. Serangan verbal terus mencecar tanpa henti.
Saling menyalahkan, saling membentak, saling menghakimi, saling merasa benar. Setan di sekelilingnya bersorak gembira atas kemarahan yang menguasai diri.
Kesamaan cara pandang ini terlahir dari kesadaran sepasang suami istri, bahwa sosok yang ia nikahi adalah seorang manusia biasa, bukan robot atau boneka yang harus sesuai dengan ekspektasinya.
Kesamaan cara pandang juga terlahir dari sifat saling memahami antara keduanya. Bahwa pada berbagai titik kondisi, setiap suami maupun istri membutuhkan treatment yang tidak sama.
Karena telah menjadi fitrahnya, Allah menciptakan kaum lelaki dan kaum perempuan dengan struktur otak yang berbeda.
Maka jelas saja, saat kita memasuki ranah pernikahan, kita perlu berjuang keras untuk bersama-sama menyamakan cara pandang yang baik demi menjaga ketahanan rumah tangga kita.
Semoga sampai Jannah Aamiin ya RABB
sumber
Fecebook
.
Kiraman mUsdar Awahab