Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Pernikahan dalam Dusta: Perspektif Hukum Islam dan Negara

Jumat, 28 Februari 2025 | 08:40 WIB Last Updated 2025-02-28T01:40:34Z


1. Definisi Pernikahan dalam Dusta
Pernikahan dalam dusta adalah pernikahan yang dilakukan berdasarkan kebohongan atau penipuan, baik mengenai identitas, status, niat, atau hal-hal lain yang dapat memengaruhi sahnya pernikahan atau keabsahan akad nikah.

2. Perspektif Hukum Islam
Dalam Islam, pernikahan harus didasarkan pada kejujuran dan keterbukaan. Jika ada kebohongan yang bersifat mendasar dan dapat merugikan salah satu pihak, maka pernikahan bisa dianggap fasakh (batal demi hukum) atau bisa diajukan gugatan pembatalan nikah.

Beberapa bentuk dusta yang dapat membatalkan pernikahan menurut hukum Islam:

  • Menyembunyikan status perkawinan (misalnya, suami sudah menikah tetapi tidak mengaku).
  • Identitas palsu (misalnya, menggunakan nama atau dokumen palsu).
  • Menipu dalam hal agama atau kesehatan (misalnya, mengaku sehat tetapi sebenarnya memiliki penyakit menular serius).

Dasar hukum:

  • QS. An-Nisa: 58 (tentang kejujuran dan menunaikan amanah).
  • Hadis Nabi: "Barang siapa yang menipu, maka ia bukan golonganku." (HR. Muslim).
  • Kitab Fiqih Islam menyebutkan bahwa akad yang dilakukan dengan penipuan dapat dibatalkan jika merugikan salah satu pihak.

3. Perspektif Hukum Negara (Indonesia)
Menurut hukum pernikahan di Indonesia (UU No. 1 Tahun 1974 jo. UU No. 16 Tahun 2019):

  • Jika pernikahan dilakukan dengan kebohongan yang merugikan salah satu pihak, maka dapat diajukan pembatalan pernikahan ke Pengadilan Agama (Pasal 27 UU Perkawinan).
  • Jika dusta tersebut berkaitan dengan dokumen resmi (misalnya, pemalsuan identitas), maka bisa dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen.

4. Langkah yang Bisa Dilakukan

  • Jika merasa tertipu dalam pernikahan, bisa mengajukan gugatan pembatalan pernikahan ke Pengadilan Agama.
  • Jika ada unsur pemalsuan dokumen, bisa melapor ke kepolisian untuk proses pidana.
  • Jika masih ingin mempertahankan pernikahan, bisa dilakukan mediasi melalui keluarga atau lembaga resmi seperti Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4).

Kesimpulannya, pernikahan yang didasarkan pada kebohongan bisa berdampak pada keabsahan akad dan hubungan rumah tangga. Islam dan hukum negara sama-sama menekankan kejujuran sebagai dasar dalam pernikahan.


Penulis Azhari