Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Analisis Hukum Islam terhadap Penipuan dalam Pernikahan: Kasus Mempelai Pria yang Ternyata Bisu

Senin, 03 Maret 2025 | 15:52 WIB Last Updated 2025-03-03T08:52:19Z


Dalam Islam, pernikahan adalah ikatan sakral yang didasarkan pada kejujuran, keadilan, dan keterbukaan antara pasangan. Jika salah satu pihak melakukan penipuan terkait kondisi penting yang dapat memengaruhi kelangsungan rumah tangga, maka pernikahan tersebut dapat dipermasalahkan secara hukum Islam.

1. Prinsip Kejujuran dalam Pernikahan

Dalam Islam, kejujuran adalah salah satu nilai utama dalam membangun hubungan pernikahan. Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan bersamalah dengan orang-orang yang jujur." (QS. At-Taubah: 119)

Jika seseorang menyembunyikan kondisi yang seharusnya disampaikan sebelum akad, seperti cacat fisik yang signifikan, maka hal ini dapat dianggap sebagai bentuk gharar (penipuan atau ketidakjelasan) yang dilarang dalam Islam.

2. Hak Istri dalam Pernikahan

Dalam hukum Islam, seorang istri berhak mendapatkan pasangan yang memenuhi hak-haknya secara fisik dan psikologis. Jika seorang suami ternyata memiliki cacat fisik atau kondisi yang berpengaruh terhadap kehidupan rumah tangga dan hal itu disembunyikan, maka istri memiliki hak untuk mengajukan pembatalan pernikahan (fasakh).

3. Pandangan Fiqih tentang Fasakh akibat Penipuan

Menurut ulama fiqih, pernikahan dapat dibatalkan jika terdapat unsur penipuan terkait hal-hal mendasar yang bisa berdampak besar pada kehidupan pasangan. Dalam kasus ini, mempelai pria yang bisu tetapi tidak mengungkapkannya sebelum akad nikah dapat dianggap telah melakukan penipuan.

  • Mazhab Hanafi: Fasakh dapat diajukan jika ada cacat yang menyebabkan pasangan tidak dapat menjalankan hak dan kewajiban pernikahan.
  • Mazhab Maliki: Jika cacat tersebut diketahui setelah akad dan istri merasa keberatan, ia boleh meminta pembatalan.
  • Mazhab Syafi'i & Hanbali: Istri berhak memilih untuk tetap melanjutkan pernikahan atau mengajukan pembatalan jika merasa tertipu.

4. Solusi dalam Islam

Jika istri merasa keberatan dengan kondisi suaminya yang bisu dan merasa tertipu, ia dapat mengajukan fasakh ke pengadilan agama. Namun, Islam juga menganjurkan untuk mencari solusi terbaik melalui komunikasi dan mediasi sebelum mengambil keputusan akhir.

Kesimpulan

Dalam hukum Islam, pernikahan yang didasarkan pada penipuan dapat dibatalkan melalui mekanisme fasakh. Kejujuran dalam pernikahan adalah hal yang sangat penting, dan menyembunyikan cacat fisik seperti kebisuan termasuk dalam bentuk penipuan yang bisa menjadi alasan untuk pembatalan pernikahan jika istri merasa keberatan.


Penulis Azhari