Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Analisis Hukum Keikutsertaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam Lembaga Adat Aceh: Studi Kasus "Tuha Peut"

Jumat, 28 Maret 2025 | 22:27 WIB Last Updated 2025-03-28T15:27:44Z
 
Aceh, dengan kekayaan hukum adatnya yang unik, menghadirkan dinamika menarik dalam integrasi sistem hukum formal dan informal.  Salah satu contohnya adalah peran "Tuha Peut" atau "Tuha Lapan" (sering disebut juga Tuha Empat atau Tuha Delapan, tergantung struktur pemerintahan gampong), lembaga adat yang memiliki peran penting dalam pemerintahan desa.  Pertanyaan mengenai boleh tidaknya seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi anggota lembaga adat seperti Tuha Peut atau lembaga adat sejenisnya, misalnya "Tuha Empat," membutuhkan analisis hukum yang cermat, mempertimbangkan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
I.  Dasar Hukum yang Relevan:
 
Analisis ini akan merujuk pada beberapa regulasi kunci, baik dari tingkat nasional maupun daerah:
 
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa: Undang-undang ini merupakan dasar hukum bagi seluruh desa di Indonesia, termasuk Aceh.  Meskipun Aceh memiliki otonomi khusus, UU Desa tetap menjadi acuan umum dalam mengatur pemerintahan desa.  UU ini menekankan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan desa, namun tidak secara spesifik mengatur keikutsertaan PNS dalam lembaga adat.
- Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong: Qanun ini mengatur secara khusus tentang pemerintahan gampong (desa) di Aceh, termasuk peran Tuha Peut dalam struktur pemerintahan.  Qanun ini memberikan gambaran tentang fungsi dan wewenang Tuha Peut, namun tidak secara eksplisit melarang atau mengizinkan keikutsertaan PNS.
- Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pemberhentian Keuchik: Qanun ini mengatur proses pemilihan dan pemberhentian Keuchik (kepala desa) di Aceh.  Meskipun tidak secara langsung berkaitan dengan keikutsertaan PNS dalam Tuha Peut, qanun ini memberikan konteks tentang struktur pemerintahan gampong secara keseluruhan.
- Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim: Qanun ini mengatur pemerintahan Mukim (setingkat kecamatan), memberikan konteks yang lebih luas tentang struktur pemerintahan di Aceh.  Meskipun tidak secara langsung mengatur Tuha Peut, qanun ini memberikan wawasan tentang sistem pemerintahan daerah di Aceh.
- Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS:  Peraturan ini mengatur tentang disiplin PNS, termasuk netralitas politik dan larangan rangkap jabatan yang dapat menimbulkan konflik kepentingan.  Asas netralitas ini menjadi poin krusial dalam membahas keikutsertaan PNS dalam lembaga adat.
 
II.  Analisis Keikutsertaan PNS dalam Tuha Peut/Tuha Empat:
 
Secara eksplisit, tidak ada larangan dalam qanun atau peraturan daerah yang melarang PNS menjadi anggota Tuha Peut atau lembaga adat sejenisnya.  Namun,  beberapa aspek perlu dipertimbangkan secara cermat:
 
- Potensi Konflik Kepentingan:  Konflik kepentingan dapat muncul jika PNS yang bertugas di instansi terkait dengan anggaran, pengawasan, atau pembinaan desa/gampong, juga menjadi anggota Tuha Peut atau lembaga adat sejenisnya.  Hal ini dapat mengaburkan batas antara tugas sebagai PNS dan peran dalam lembaga adat, berpotensi menimbulkan pelanggaran etika dan hukum.
- Netralitas PNS:  PP Nomor 94 Tahun 2021 menekankan netralitas PNS.  Keikutsertaan dalam lembaga adat yang memiliki peran dalam pengambilan keputusan di tingkat gampong dapat menimbulkan pertanyaan tentang netralitas PNS tersebut, terutama jika lembaga adat tersebut terlibat dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada kebijakan pemerintah.
- Rangkap Penghasilan:  Jika jabatan di Tuha Empat mendapatkan honor atau insentif tetap, hal ini dapat dianggap sebagai rangkap penghasilan dari APBN/APBD, yang dapat melanggar peraturan kepegawaian.
- Izin Atasan:  Untuk menghindari pelanggaran disiplin PNS,  mendapatkan izin dari atasan langsung sangat penting.  Izin ini perlu mempertimbangkan potensi konflik kepentingan dan dampaknya terhadap tugas pokok dan fungsi PNS tersebut.  Perlu kejelasan apakah jabatan di Tuha Empat dianggap sebagai tugas tambahan yang diizinkan atau justru melanggar aturan kepegawaian.
- Sifat Lembaga Adat:  Perlu kejelasan apakah Tuha Empat merupakan lembaga adat murni atau memiliki fungsi pemerintahan.  Jika memiliki fungsi pemerintahan,  maka aturan tentang keikutsertaan PNS akan lebih ketat.  Jika murni lembaga adat,  maka aturannya mungkin lebih longgar,  tetapi tetap harus mempertimbangkan potensi konflik kepentingan dan netralitas PNS.
 
III.  Kesimpulan dan Rekomendasi:
 
Secara hukum,  keikutsertaan PNS dalam Tuha Peut atau Tuha Empat dimungkinkan,  asalkan memenuhi beberapa syarat penting:
 
1. Tidak menjabat posisi struktural/strategis dalam pemerintahan gampong:  Ini untuk menghindari konflik kepentingan yang jelas.
2. Mendapatkan izin tertulis dari atasan:  Izin ini menjadi bukti bahwa atasan telah mempertimbangkan potensi konflik kepentingan dan memberikan persetujuan.
3. Tidak melanggar asas netralitas dan bebas dari konflik kepentingan:  Ini merupakan prinsip dasar dalam kepegawaian dan harus dipatuhi secara ketat.
4. Tidak merangkap jabatan yang diatur secara khusus dalam peraturan kepegawaian:  Perlu pengecekan terhadap peraturan kepegawaian yang lebih spesifik untuk memastikan tidak ada pelanggaran.
5. Kejelasan peran dan fungsi Tuha Empat:  Perlu kejelasan apakah Tuha Empat murni lembaga adat atau memiliki fungsi pemerintahan.  Ini akan mempengaruhi analisis hukum yang lebih detail.
 
Analisis ini menekankan pentingnya pendekatan yang hati-hati dan berimbang.  Integrasi hukum adat dan hukum formal membutuhkan pemahaman yang mendalam terhadap kedua sistem hukum tersebut untuk menghindari konflik dan memastikan tata kelola pemerintahan yang baik dan efektif.  Lebih lanjut,  penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menganalisis praktik di lapangan dan mengembangkan pedoman yang lebih spesifik mengenai keikutsertaan PNS dalam lembaga adat di Aceh.  Konteks spesifik wilayah gampong,  struktur Tuha Empat,  dan posisi jabatan PNS akan sangat membantu dalam memberikan analisis hukum yang lebih tajam dan akurat.