Rumoh Aceh adalah rumah adat khas masyarakat Aceh yang berasal dari tradisi dan budaya lokal yang telah berkembang selama berabad-abad. Rumah ini mencerminkan kearifan lokal dalam arsitektur, lingkungan, serta kehidupan sosial masyarakat Aceh.
Asal Usul dan Sejarah
Rumoh Aceh diperkirakan sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan di Aceh, terutama pada masa Kesultanan Aceh (abad ke-16 hingga ke-20). Arsitekturnya berkembang sebagai respons terhadap kondisi geografis, budaya Islam, serta kebiasaan masyarakat Aceh yang agraris dan maritim.
Struktur rumah ini dibangun dengan prinsip tahan gempa dan beradaptasi dengan iklim tropis Aceh yang memiliki curah hujan tinggi. Selain itu, desainnya juga terpengaruh oleh budaya Islam dan adat istiadat Aceh yang menekankan privasi serta hierarki sosial dalam keluarga.
Ciri Khas Rumoh Aceh
- Rumah Panggung – Dibangun di atas tiang dengan ketinggian sekitar 2,5–3 meter untuk menghindari banjir dan serangan binatang liar.
- Bahan Alami – Terbuat dari kayu, bambu, dan atap dari daun rumbia atau ijuk.
- Tiga Ruangan Utama – Terdiri dari seuramoë keuë (serambi depan) untuk menerima tamu, seuramoë teungoh (ruang tengah) sebagai area utama keluarga, dan seuramoë likôt (serambi belakang) yang lebih privat.
- Pintu dan Tangga Kecil – Pintu rumah dibuat lebih kecil agar tamu yang masuk harus menundukkan kepala sebagai tanda penghormatan.
- Ukiran dan Ornamen Islam – Beberapa rumah memiliki ukiran khas yang menggambarkan nilai-nilai Islam dan budaya Aceh.
Rumoh Aceh bukan sekadar tempat tinggal, tetapi juga simbol status sosial dan identitas budaya masyarakat Aceh. Saat ini, rumah adat ini masih dapat ditemukan di beberapa daerah di Aceh, terutama di desa-desa yang mempertahankan tradisi arsitektur lokal.