Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Ayah Pergi, Doa Menanti

Sabtu, 08 Maret 2025 | 12:02 WIB Last Updated 2025-03-08T05:02:51Z

Aroma buku-buku tua dan tembakau pipa masih tercium di udara, seperti bayangan samar akan kehadiran ayah saya. Kursi berlengan kulitnya yang usang tampak kosong, sebagai bukti bisu atas ketidakhadirannya. Ayah telah tiada, tetapi gema tawanya, kehangatan pelukannya, tetap terukir dalam ingatan saya. Ia tidak hanya pergi secara fisik; sebagian dari diri saya pergi bersamanya, meninggalkan kekosongan yang hanya dapat diisi oleh waktu, dan mungkin, iman.

Hari-hari setelah kepergiannya telah menjadi hari-hari yang dipenuhi kesedihan dan penerimaan, osilasi konstan antara rasa sakit yang tajam karena kehilangan dan kenyamanan yang tenang dari kenangan yang berharga. Ketidakhadirannya adalah teman yang konstan, bayangan yang membentang panjang dan gelap di sepanjang hari-hari saya. Namun, di tengah kesedihan, ada kekuatan yang mengalir dalam diri saya, kekuatan yang lahir dari cinta yang diberikannya dengan begitu bebas.

Kehidupan Ayah adalah bukti ketangguhan dan iman. Ia menghadapi tantangan hidup dengan martabat yang tenang, selalu menemukan pelipur lara dalam doa-doanya. Ia mengajarkan saya pentingnya iman, bukan sebagai perisai terhadap kenyataan hidup yang keras, tetapi sebagai cahaya penuntun di masa-masa kegelapan. Sekarang, saat saya menjalani kehidupan baru yang tidak saya kenal ini tanpanya, saya mendapati diri saya berdoa, mencari penghiburan dalam iman yang sama yang telah menopangnya.

Doa saya bukanlah permohonan agar ia kembali, karena saya tahu bahwa perjalanannya telah berakhir. Sebaliknya, doa saya adalah ungkapan rasa syukur atas kehidupan yang dijalaninya, atas cinta yang ia bagikan, atas pelajaran yang ia berikan. Doa saya adalah bisikan kenangan, cara untuk menjaga ingatannya tetap hidup, agar jiwanya tetap dekat. Setiap doa adalah tindakan kecil perlawanan terhadap kematian yang sudah digariskan, bukti kekuatan cinta dan iman yang abadi.

Di saat-saat hening, saat keheningan terasa terlalu berat, saya menemukan penghiburan dalam pengetahuan bahwa jiwanya tetap hidup, tidak hanya dalam ingatan saya, tetapi juga dalam nilai-nilai yang ia tanamkan dalam diri saya. Kebaikannya, keyakinannya yang tak tergoyahkan, kekuatannya yang tenang – inilah warisan yang ditinggalkannya, dan inilah hal-hal yang akan saya upayakan untuk terus saya lanjutkan.

Ayah pergi, doa menanti. Ayah saya telah tiada, tetapi doa-doa saya tetap ada, sebuah kewaspadaan yang terus-menerus, sebuah kesaksian bisu akan cinta yang melampaui kematian itu sendiri. Dan dalam doa-doa itu, saya tidak hanya menemukan penghiburan tetapi juga kekuatan untuk terus hidup, untuk menghormati kenangannya, dan untuk membawa semangatnya di dalam hati saya.