Di era digital, propaganda dan pencemaran nama baik menjadi dua isu yang sering muncul, terutama dalam dunia politik, media sosial, dan komunikasi publik. Keduanya memiliki dampak besar terhadap individu, kelompok, maupun stabilitas sosial. Secara hukum, propaganda dapat bersifat legal atau ilegal tergantung pada isinya, sedangkan pencemaran nama baik umumnya memiliki konsekuensi hukum yang jelas.
1. Propaganda: Antara Kebebasan Berekspresi dan Manipulasi
a. Definisi Propaganda
Propaganda adalah upaya sistematis untuk memengaruhi opini, emosi, sikap, atau tindakan seseorang atau kelompok dengan menyebarkan informasi, sering kali dengan tujuan tertentu. Propaganda bisa bersifat positif (misalnya kampanye kesehatan) atau negatif (misalnya hoaks politik).
b. Aspek Hukum Propaganda
-
Kebebasan Berekspresi vs. Penyebaran Hoaks
- Di banyak negara, kebebasan berbicara dijamin oleh konstitusi, tetapi dibatasi oleh hukum jika merugikan pihak lain.
- Di Indonesia, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 28 melarang penyebaran berita bohong yang dapat merugikan publik.
-
Propaganda yang Mengandung Ujaran Kebencian
- Pasal 156 KUHP melarang ujaran kebencian berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan).
- Jika propaganda menyebarkan kebencian atau memecah belah masyarakat, bisa dikenakan sanksi hukum.
-
Propaganda Politik dan Pemilu
- Regulasi pemilu sering mengatur kampanye hitam dan propaganda yang tidak berdasarkan fakta.
- Dalam Pemilu Indonesia, penyebaran hoaks dalam kampanye bisa dikenakan sanksi berdasarkan UU Pemilu.
2. Pencemaran Nama Baik: Perbuatan Melawan Hukum
a. Definisi Pencemaran Nama Baik
Pencemaran nama baik adalah tindakan menyebarkan informasi yang merugikan reputasi seseorang, baik melalui lisan, tulisan, atau media lainnya.
b. Hukum Pencemaran Nama Baik
-
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
- Pasal 310 KUHP: Pencemaran nama baik (penghinaan) bisa dikenakan pidana jika dilakukan dengan menyebarkan tuduhan yang menyerang kehormatan seseorang.
- Pasal 311 KUHP: Jika tuduhan tersebut terbukti tidak benar, pelaku bisa dikenakan hukuman lebih berat.
-
UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik)
- Pasal 27 ayat (3) melarang pencemaran nama baik melalui media elektronik.
- Ancaman hukuman bisa mencapai 4 tahun penjara dan denda hingga Rp750 juta.
-
Hukum Perdata: Gugatan Ganti Rugi
- Pencemaran nama baik juga bisa dikenakan tuntutan perdata berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata (Perbuatan Melawan Hukum).
- Korban bisa menuntut kompensasi finansial atas kerugian yang dialami.
3. Perbedaan Propaganda dan Pencemaran Nama Baik Secara Hukum
4. Kesimpulan: Bagaimana Menghindari Jerat Hukum?
-
Pastikan informasi yang disebarkan berbasis fakta
- Hindari menyebarkan berita yang tidak diverifikasi kebenarannya.
-
Jangan menyerang pribadi atau mencemarkan nama baik orang lain
- Kritik boleh, tetapi harus berbasis argumen, bukan fitnah.
-
Pahami batasan hukum sebelum menyebarkan propaganda
- Jika propaganda mengandung kebohongan atau ujaran kebencian, bisa berakibat hukum.
-
Jika menjadi korban pencemaran nama baik, kumpulkan bukti dan laporkan
- Bukti bisa berupa tangkapan layar, rekaman, atau dokumen digital lainnya.
Secara hukum, propaganda dapat diterima jika bersifat informatif dan edukatif, tetapi berbahaya jika berisi hoaks atau ujaran kebencian. Sementara itu, pencemaran nama baik jelas merupakan pelanggaran hukum yang bisa berujung pada tuntutan pidana maupun perdata. Dalam era digital ini, kehati-hatian dalam berkomunikasi sangat penting agar tidak terjerat konsekuensi hukum.