Top Teupong adalah tradisi menumbuk beras untuk menghasilkan tepung yang dilakukan oleh masyarakat Aceh menjelang hari raya, seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Tradisi ini bertujuan untuk memperoleh tepung berkualitas tinggi yang digunakan dalam pembuatan kue-kue khas Aceh.
Proses menumbuk tepung ini menggunakan alat tradisional bernama Jeungki (atau Jingki), sebuah alat yang terbuat dari kayu dan berfungsi untuk menumbuk beras menjadi tepung. Jeungki biasanya terdiri dari tiga bagian utama: badan Jeungki, Alue, dan Lesung. Pengoperasiannya memerlukan keterampilan khusus dan biasanya dilakukan secara berkelompok oleh para perempuan di desa.
Tradisi Top Teupong tidak hanya berfungsi sebagai proses pembuatan bahan makanan, tetapi juga mempererat hubungan sosial antarwarga. Kegiatan ini sering dilakukan bersama-sama, menciptakan suasana kebersamaan dan gotong royong. Meskipun perkembangan teknologi telah menghadirkan mesin penggiling tepung modern, beberapa masyarakat Aceh, terutama di pedesaan, masih mempertahankan penggunaan Jeungki untuk menjaga cita rasa dan kualitas tepung yang dihasilkan.
Selain itu, tradisi ini juga berkaitan erat dengan pembuatan kue tradisional seperti Apam, yang biasanya dibuat pada bulan Rajab atau saat peringatan tertentu. Pembuatan Apam melibatkan proses menumbuk beras menjadi tepung, yang kemudian diolah menjadi kue dengan cita rasa khas.
Dengan demikian, Top Teupong merupakan bagian integral dari budaya Aceh yang mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan pelestarian tradisi leluhur.