Udara Lebaran 2025 terasa berbeda. Aroma ketupat dan opor yang biasanya membawa kehangatan, kini terasa hampa. Rumah ramai dengan keluarga, tapi sebuah kekosongan besar menghantui hati. Ayah, tiang keluarga kami, telah pergi. Lebaran tahun ini hanya tinggal kenangan.
Tahun-tahun sebelumnya, Lebaran adalah sinonim dengan ayah. Ayah yang selalu sibuk memasak sate ayam kesukaan kami, ayah yang mengajari kami sholat Idul Fitri, ayah yang memberikan angpao dengan senyum yang selalu menghiasi wajahnya. Kini, hanya foto-foto dan kenangan yang tersisa.
Melihat keluarga lain yang lengkap dengan ayah mereka, perasaan sedih menyergap. Rasa iri yang tak tertahankan mengusik hati. Bagaimana jika ayah masih ada? Bagaimana jika ayah masih bisa memeluk kami dan mengucapkan selamat Lebaran?
Ibu mencoba menghibur, mencoba mengisi kekosongan yang terasa begitu dalam. Saudara-saudara juga memberikan dukungan dan cinta mereka. Tapi, tak ada yang bisa menggantikan peran ayah. Kehangatan pelukannya, nasehat bijaknya, canda tawanya, semuanya hanya tinggal kenangan.
Di tengah ramainya suasana Lebaran, aku mencari kesunyian. Aku duduk sendiri, melihat foto-foto ayah. Air mata mengalir dengan derasnya. Aku mengingat masa-masa indah bersama ayah, dan mengucapkan doa untuk keselamatan dan kedamaian jiwanya.
Lebaran tahun ini adalah Lebaran yang paling sedih. Lebaran tanpa ayah. Tapi, di balik kesedihan ini, ada sebuah kekuatan yang terbangun. Kekuatan untuk menerima kehilangan, kekuatan untuk terus hidup, dan kekuatan untuk menjaga kenangan indah bersama ayah. Kenangan itu akan selalu hidup di hati, melebihi semua kesedihan. Selamat Lebaran, Ayah. Kami rindu.