Dalam dunia politik, keberadaan tim sukses (timses) adalah hal yang lumrah. Mereka berjuang mati-matian untuk memenangkan kandidat yang mereka dukung, terkadang dengan strategi yang cerdas, tapi tak jarang juga dengan cara yang berlebihan. Dari sekian banyak tipe timses, ada dua yang sering muncul: timses baper (bawa perasaan) dan penjilat berkelas.
1. Timses Baper: Emosional, Fanatik, tapi Rapuh
Timses baper adalah mereka yang membela kandidatnya dengan penuh emosi, tanpa mempertimbangkan logika dan fakta. Ciri-ciri mereka antara lain:
- Tidak bisa menerima kritik terhadap calon yang mereka dukung. Bagi mereka, kandidatnya adalah sosok sempurna yang tidak boleh disentuh kritik sedikit pun.
- Menyerang secara pribadi siapa pun yang berbeda pendapat, bukan dengan argumen, tetapi dengan serangan emosional, kadang bahkan caci maki.
- Mudah kecewa dan sakit hati jika tidak dihargai setelah kandidatnya menang. Mereka merasa telah berjuang mati-matian, tetapi akhirnya hanya menjadi ‘penonton’ ketika kekuasaan sudah diraih.
Masalah utama dari timses baper adalah mereka bertarung dengan perasaan, bukan strategi. Mereka sibuk membela habis-habisan saat kampanye, tapi setelah pemilu selesai, mereka sering kali hanya menjadi ‘korban PHP’ karena kandidat yang mereka bela punya agenda lain yang lebih besar.
2. Penjilat Berkelas: Licin, Taktis, dan Selalu Menang
Di sisi lain, ada kategori penjilat berkelas. Mereka bukan sekadar pendukung, tapi pemain cerdas yang tahu cara mengambil keuntungan dari setiap situasi. Ciri-ciri mereka adalah:
- Tidak fanatik buta, tapi strategis. Mereka mendukung kandidat bukan karena cinta atau ideologi, tapi karena melihat peluang besar di dalamnya.
- Selalu dekat dengan pusat kekuasaan. Mereka punya jaringan luas, sehingga siapa pun yang menang, mereka tetap bisa mendapat tempat.
- Mahir dalam diplomasi dan pencitraan. Mereka tahu kapan harus menjilat, kapan harus mengkritik, dan kapan harus berpura-pura netral.
- Tidak mudah kecewa. Jika kandidat mereka kalah, mereka cepat berpindah haluan. Jika menang, mereka sudah menyiapkan posisi yang menguntungkan.
Penjilat berkelas tidak sekadar bermain di level euforia kampanye, tetapi sudah memikirkan langkah jangka panjang. Mereka tidak akan menjadi korban PHP karena sejak awal, mereka tahu bagaimana memastikan diri tetap berada di lingkaran kekuasaan.
3. Siapa yang Menang?
Dalam politik, emosi sering kali kalah dari strategi. Timses baper bisa berjuang mati-matian, tapi saat kandidatnya menang, mereka sering hanya menjadi penonton. Sementara itu, penjilat berkelas selalu bisa mengamankan posisi karena mereka bermain dengan cerdas dan penuh perhitungan.
Kesimpulan: Politik bukan hanya soal dukungan dan perjuangan, tapi juga tentang bagaimana membaca arah angin. Mereka yang baper biasanya hanya jadi ‘pejuang musiman’ yang akhirnya dilupakan. Sementara itu, penjilat berkelas tetap eksis, bahkan ketika kandidat yang mereka dukung sudah tidak lagi berkuasa.