Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Anak Patani Jadi Doktor: Di Antara Doa Ibu, Derita Kampung, dan Harapan Umat

Jumat, 11 April 2025 | 20:33 WIB Last Updated 2025-04-11T13:33:53Z



Namanya kini bergelar “Dr.”—sebuah singkatan yang tak sekadar menunjukkan tingginya pendidikan, tapi juga panjangnya perjuangan. Ia lahir dari kampung kecil di Patani, wilayah yang namanya lebih sering disebut dalam konteks konflik dan kesedihan, bukan dalam berita kebanggaan.

Anak ini dulunya berangkat ke sekolah dengan kaki berlumpur. Ia belajar di bawah atap yang bocor, dengan buku pinjaman dan lampu seadanya. Tapi di matanya selalu ada cahaya, dan di hatinya tertanam kuat harapan ibu:
"Belajarlah, Nak. Agar kau bisa bicara di dunia yang tak mau mendengar kami."

Hari ini ia membuktikan, bahwa anak Patani bukan hanya korban sejarah. Ia bisa menjadi pelaku perubahan. Ia bukan hanya penerima bantuan, tapi pemberi pengetahuan. Ia bukan hanya pewaris luka, tapi pembawa cahaya.

Menjadi doktor bukan sekadar mengangkat derajat keluarga, tapi membangkitkan martabat satu bangsa.
Di tanah yang sering direduksi menjadi titik merah di peta keamanan Thailand, lahir pemikir. Di tengah suara peluru, tumbuh suara ilmu. Dan itulah mukjizat dari ketabahan.

Kini, doa kami padanya sederhana:
Semoga gelar doktor itu tidak menjadikannya tinggi hati, tapi menundukkan dirinya lebih dalam kepada masyarakat. Semoga ia kembali—atau paling tidak, membawa kembali—cahaya kepada kampungnya. Semoga ia menjadi rujukan anak-anak muda Patani yang mulai percaya bahwa masa depan mereka tidak harus ditentukan oleh senjata, tapi bisa oleh pena, laboratorium, dan ruang kelas.

Untuk anak-anak yang masih belajar di sekolah-sekolah sederhana di Yala, Narathiwat, dan Pattani—ingatlah, bahwa satu dari kalian sudah sampai di titik tertinggi akademik. Dan itu bukan mustahil.

Untuk ibu-ibu yang terus berdoa di sepertiga malam agar anaknya selamat dan berhasil—lihatlah, doa kalian dikabulkan lewat dia.

Untuk dunia yang masih memandang rendah anak Patani—dengar baik-baik: kami bukan hanya bisa menuntut keadilan, kami juga bisa menghadiahkan ilmu.

Selamat, doktor. Langit yang kau capai hari ini tetaplah milik bumi Patani. Terbanglah tinggi, tapi jangan lupakan tanah tempatmu pertama kali berdiri.


Kalau kamu punya nama tokohnya atau ingin saya buatkan versi dalam bentuk surat terbuka, puisi, atau naskah sambutan, tinggal beri tahu ya.