Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Gaza dan Peran Hukum Internasional: Mengapa Dunia Terus Gagal Melindungi Korban?

Jumat, 11 April 2025 | 21:00 WIB Last Updated 2025-04-11T14:11:17Z

Ketika sebuah rumah sakit dibom, sekolah runtuh oleh ledakan, dan anak-anak meninggal dalam pelukan ibunya, dunia seharusnya segera bereaksi. Bukan hanya dengan doa dan duka, tapi juga dengan hukum dan keadilan. Sayangnya, tragedi Gaza yang terus berulang justru menunjukkan bahwa hukum internasional—sebagai benteng terakhir kemanusiaan—gagal menjalankan perannya secara adil dan tegas.

Hukum Internasional Bukan Hanya Wacana

Dalam Piagam PBB Pasal 1 Ayat 3, jelas disebutkan bahwa salah satu tujuan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah untuk "mewujudkan kerja sama internasional dalam menyelesaikan masalah-masalah internasional di bidang kemanusiaan dan mendorong penghormatan terhadap hak asasi manusia."

Demikian pula, Konvensi Jenewa IV tahun 1949 dengan tegas melindungi warga sipil dalam situasi konflik bersenjata. Dalam konteks Gaza, pelanggaran terhadap pasal-pasal konvensi ini terjadi berulang kali: pemboman terhadap fasilitas sipil, pemblokiran bantuan kemanusiaan, dan penggunaan kekuatan secara tidak proporsional.

Namun, ketika pelanggaran itu dilakukan oleh negara yang memiliki pelindung kuat di Dewan Keamanan PBB, keadilan menjadi barang mahal. Hukum internasional seolah hanya berlaku jika tak bersentuhan dengan kepentingan politik adidaya.

Misi Kemanusiaan: Diteriakkan, Tapi Dihambat

Berbagai organisasi kemanusiaan internasional telah berusaha masuk ke Gaza dengan membawa pasokan obat, makanan, dan perlindungan hukum. Tetapi upaya itu seringkali dihambat—baik secara administratif maupun militer. Ironisnya, dunia hanya mengutuk di depan mikrofon, tanpa tindakan nyata untuk memaksa terbukanya koridor kemanusiaan.

Hukum Humaniter Internasional, terutama dalam Prinsip Akses Kemanusiaan (Humanitarian Access), memberikan jaminan agar lembaga kemanusiaan dapat menjalankan tugasnya dalam kondisi konflik. Tapi kenyataannya, di Gaza, prinsip ini kerap hanya menjadi retorika diplomatik yang kosong.

Kebisuan Lembaga Hukum Internasional

Mahkamah Internasional (ICJ) dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) memiliki mandat moral dan hukum untuk menindak kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida. Tetapi langkah mereka lambat, penuh tekanan politik, dan seringkali hanya menyentuh negara-negara lemah.

Sementara itu, rakyat Gaza tak bisa menunggu putusan yang datang bertahun-tahun setelah bom dijatuhkan. Mereka butuh perlindungan sekarang. Dan jika hukum tidak bisa memberi itu, maka eksistensinya patut dipertanyakan.

Gaza: Cermin Buram Peradaban Dunia

Gaza bukan hanya tragedi kemanusiaan, tapi juga indikator rusaknya integritas hukum internasional. Dunia tak boleh terus mempraktikkan hukum yang selektif—tegas pada lawan, lunak pada kawan. Sebab di situlah titik kehancuran moralitas global dimulai.

Jika dunia terus diam, maka anak-anak Gaza akan tumbuh dalam keyakinan pahit: bahwa keadilan itu fiksi, bahwa hukum hanya alat politik, dan bahwa dunia tidak peduli.

Penutup: Seruan untuk Bertindak

Sudah saatnya dunia internasional mereformasi sistem hukum global agar tidak lagi tunduk pada veto, tidak lagi buta terhadap penderitaan yang tidak menguntungkan secara geopolitik. Lembaga-lembaga hukum internasional harus berdiri atas prinsip, bukan tekanan. Dan negara-negara Muslim, Asia Tenggara, hingga dunia Global Selatan harus bersatu menyuarakan keadilan, bukan hanya dalam konferensi, tapi dalam tindakan diplomatik konkret.

Karena jika Gaza terus dibiarkan, yang mati bukan hanya rakyatnya—tapi juga nurani dunia.