Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Harga Emas Melambung, Hati yang Terluka: Refleksi Kehati-hatian Memilih Pasangan di Tahun 2025

Minggu, 13 April 2025 | 00:11 WIB Last Updated 2025-04-12T17:14:54Z



Harga Emas Melambung, Hati yang Terluka: Refleksi Kehati-hatian Memilih Pasangan di Tahun 2025

Oleh: Azhari 

Tahun 2025 mencatatkan lonjakan harga emas yang mencolok. Emas, si logam mulia yang sejak dahulu dijadikan simbol kekayaan dan stabilitas, kini kembali diburu sebagai aset paling aman di tengah guncangan geopolitik, inflasi global, dan ketidakpastian ekonomi. Tapi di balik lonjakan harga itu, ada fenomena sosial yang patut direnungi: ketika harga emas semakin mahal, mengapa justru banyak pernikahan yang hancur, hubungan yang retak, dan anak-anak yang tumbuh tanpa rumah yang utuh?

Apakah kita sedang terlalu fokus pada mahalnya benda mati, namun lupa menjaga nilai dalam hubungan antarmanusia? Apakah kita lebih sibuk mengukur gram emas dalam mahar, daripada mengukur kedalaman cinta dan ketulusan?


Saat Mahar Tak Menjamin Rumah Tangga

Pernikahan hari ini semakin sering dikemas layaknya pertunjukan mewah. Mahar berlian, emas 100 gram, pesta dengan gedung megah, busana dari perancang ternama. Namun ironisnya, setelah beberapa bulan, muncul berita gugatan cerai karena masalah sepele: “Tak perhatian”, “Ekonomi tak stabil”, “Tak cocok”, dan seterusnya.

Fenomena ini menunjukkan bahwa harga emas yang melambung tak sebanding lurus dengan bertambahnya kedewasaan dalam memilih pasangan. Banyak hubungan dibangun bukan atas landasan nilai, tapi nafsu, tekanan sosial, dan romantisme palsu. Cinta dijadikan proyek kilat, bukan perjalanan panjang yang penuh kesadaran dan kesiapan.


Hati Juga Punya Harga—Tapi Tak Bisa Dibeli

Jika emas punya nilai karena langka, murni, dan tahan waktu, maka pasangan hidup ideal pun mestinya dipilih dengan kriteria serupa. Tapi hari ini, seleksi pasangan sering kali didasarkan pada tampilan luar, status ekonomi, dan pencitraan semu. Tak heran bila banyak yang ditinggalkan saat masalah datang, karena cinta yang dibangun bukan untuk menghadapi badai, melainkan untuk berlayar saat cuaca cerah saja.

Harga hati jauh lebih mahal daripada emas, karena ketika terluka, luka itu tak bisa dijual, tak bisa digadai, dan tak bisa dicairkan. Maka jangan gegabah menukar masa depanmu dengan hubungan yang rapuh hanya demi gengsi.


Refleksi: Cinta Tidak Butuh Viral, Tapi Visi

Momen pencarian pasangan semestinya menjadi proses spiritual dan rasional sekaligus. Memilih pasangan adalah memilih teman seumur hidup, mitra perjuangan, dan orang tua bagi anak-anakmu kelak. Maka logikanya, proses ini butuh kehati-hatian melebihi ketika kita membeli rumah atau berinvestasi emas.

Sayangnya, budaya media sosial hari ini memaksa orang untuk tampil sempurna. Bahkan cinta pun harus ‘pamer’. Belum menikah sudah menyiapkan fotografer pre-wedding. Belum tahu arah hubungan sudah mendambakan pesta megah. Padahal, cinta yang dibungkus demi penonton, mudah hancur ketika panggung selesai.


Solusi: Kembali ke Nilai, Bukan Kemasan

Solusi dari semua ini bukanlah menyalahkan emas atau mahar, tapi mengembalikan kesadaran bahwa pernikahan adalah soal nilai. Pilihlah pasangan yang menghargai bukan hanya tubuhmu, tapi juga jiwamu. Yang bukan hanya memegang tanganmu, tapi juga menjaga hatimu. Yang bukan hanya hadir saat senang, tapi tetap tinggal saat badai datang.

Bangunlah cinta dengan kesetiaan, bukan sensasi. Ukur kualitas hubungan dengan komunikasi, bukan kemewahan. Karena di ujung hidup, bukan emas yang kita butuhkan—tapi seseorang yang tetap menggenggam tangan kita saat dunia memudar.


Penutup: Jangan Biarkan Harga Emas Mengalahkan Harga Diri

Harga emas boleh terus melambung, tapi harga diri, harga cinta, dan harga sebuah kepercayaan tak boleh kita rendahkan. Dalam memilih pasangan, kita tak hanya memilih seseorang untuk dicintai, tapi juga seseorang yang akan membentuk masa depan kita bersama.

Maka berhati-hatilah. Jangan sampai demi cinta yang instan, kita menanggung luka yang panjang. Jangan sampai demi pesta yang viral, kita mengorbankan hidup yang stabil.

Karena pada akhirnya, yang paling mahal adalah cinta yang dijaga dengan nilai.