Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Jebakan Perpecahan dalam Sistem Politik dan Administrasi

Senin, 07 April 2025 | 02:03 WIB Last Updated 2025-04-06T19:28:19Z




Oleh: Azhari 

Dalam sistem birokrasi dan politik yang kerap kali dijanjikan sebagai sarana untuk memajukan bangsa, kenyataannya jabatan sering berubah menjadi arena persaingan kepentingan pribadi. Fenomena ini tidak hanya merusak tatanan administrasi, tetapi juga mengikis persatuan dan solidaritas di antara masyarakat. Dalam opini ini, kita akan menelaah bagaimana jabatan bisa menjadi jebakan perpecahan—mulai dari praktik nepotisme, politik uang, hingga konflik internal—serta menyusun solusi dan regulasi guna mengembalikan kepercayaan publik dan menjaga kesatuan bangsa.


Jabatan: Sebuah Amanah yang Rentan Disalahgunakan

Dalam teori, jabatan publik merupakan titipan amanah yang diberikan oleh rakyat untuk menjalankan tugas demi kepentingan bersama. Namun, di lapangan, posisi-posisi tersebut sering kali menjadi objek perebutan kekuasaan yang diwarnai oleh kepentingan sempit. Praktik-praktik seperti nepotisme, kolusi, dan politik uang telah lama mencoreng sistem birokrasi. Aparat yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat malah berubah menjadi agen yang mementingkan loyalitas pribadi dan kelompok tertentu, mengesampingkan prinsip keadilan dan integritas.

Ketika jabatan diperebutkan bukan atas dasar kompetensi, melainkan karena faktor hubungan kekeluargaan atau politik praktis, maka timbul celah bagi terjadinya perpecahan. Setiap keputusan yang diambil cenderung menguntungkan segelintir pihak, sehingga muncul rasa ketidakadilan dan kekecewaan di kalangan masyarakat luas. Perpecahan inilah yang pada akhirnya melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi negara dan menghambat pembangunan nasional.


Jebakan Perpecahan dalam Sistem Politik dan Administrasi

Perpecahan sering kali dimulai dari dalam struktur sendiri. Saat para pejabat publik dan politisi mengedepankan kepentingan pribadi, maka kesatuan visi dan misi bangsa pun terancam. Berikut adalah beberapa mekanisme yang menjadi jebakan perpecahan:

  1. Nepotisme dan Klientelisme
    Kecenderungan untuk mengangkat kerabat atau teman dekat dalam jabatan strategis menghasilkan kelompok elit yang eksklusif. Kelompok ini cenderung mempertahankan posisinya dengan segala cara, sehingga membuka peluang konflik internal yang berujung pada perpecahan.

  2. Politik Uang dan Korupsi
    Ketika jabatan dijadikan alat transaksi ekonomi, maka moralitas dan integritas institusi tergoyahkan. Politik uang yang merajalela membuat setiap keputusan politik semakin jauh dari kepentingan publik dan cenderung memicu konflik horizontal di masyarakat.

  3. Persaingan Internal yang Merusak
    Di lingkungan organisasi, persaingan internal yang tidak sehat dapat mengakibatkan perpecahan di antara pegawai atau bahkan antar departemen. Saling mencurigai dan perebutan kekuasaan membuat kolaborasi dan sinergi menjadi terhambat, yang pada akhirnya berdampak pada kinerja institusi secara keseluruhan.


Solusi dan Regulasi untuk Menghindari Jebakan Perpecahan

Mengatasi masalah ini memerlukan reformasi menyeluruh di berbagai lini, mulai dari sistem seleksi dan penunjukan jabatan hingga budaya kerja dan nilai integritas yang dijunjung tinggi. Berikut beberapa solusi yang bisa diimplementasikan:

  1. Transparansi dan Akuntabilitas
    Pemerintah dan lembaga negara harus menerapkan sistem transparansi yang tinggi dalam setiap proses rekrutmen dan promosi jabatan. Pengawasan yang ketat dan keterbukaan informasi akan mengurangi ruang untuk praktik-praktik kecurangan dan nepotisme.

  2. Reformasi Sistem Seleksi
    Mengutamakan meritokrasi adalah kunci untuk memastikan bahwa setiap jabatan diisi oleh individu yang memiliki kompetensi dan integritas tinggi. Proses seleksi harus melibatkan lembaga independen yang dapat mengevaluasi secara objektif kualifikasi calon pegawai.

  3. Penerapan Kode Etik dan Pendidikan Karakter
    Penanaman nilai-nilai moral dan etika sejak dini, baik di lingkungan pendidikan maupun di tempat kerja, sangat penting untuk membentuk budaya kerja yang bersih. Kode etik yang jelas harus diterapkan, dan pelanggarannya harus dikenai sanksi tegas.

  4. Peningkatan Peran Pengawasan Publik
    Partisipasi masyarakat dalam pengawasan kinerja pejabat publik dapat menjadi mekanisme kontrol yang efektif. Melalui forum-forum diskusi, media, dan lembaga swadaya masyarakat, transparansi dan akuntabilitas institusi dapat terjaga, sehingga praktik-praktik korupsi dan politik uang dapat diminimalisir.

  5. Sinergi Antar Lembaga
    Kolaborasi antara lembaga penegak hukum, badan pengawas internal, dan institusi masyarakat sipil harus ditingkatkan untuk menciptakan ekosistem yang saling mendukung dalam menegakkan keadilan dan integritas. Sinergi ini akan memperkecil kemungkinan terjadinya konflik internal yang berujung pada perpecahan.


Refleksi dan Harapan

Perubahan tidak terjadi dalam semalam. Diperlukan komitmen bersama dari semua pihak—pemerintah, lembaga negara, dan masyarakat—untuk membangun kembali kepercayaan dan kesatuan bangsa. Jabatan publik seharusnya menjadi pilar untuk kemajuan dan kesejahteraan bersama, bukan alat untuk perebutan kekuasaan yang hanya menguntungkan segelintir elit.

Harapan saya, melalui penerapan regulasi yang lebih ketat dan budaya kerja yang mengedepankan integritas, kita dapat menghindari jebakan perpecahan yang telah lama merusak fondasi persatuan. Saatnya menata ulang sistem birokrasi dan politik kita, sehingga jabatan yang diemban benar-benar mencerminkan amanah dan kepentingan publik, serta mampu menyatukan, bukan memecah belah, bangsa ini.