Bireuen hari ini berada di sebuah persimpangan penting dalam perjalanan sejarah otonominya. Setelah sekian lama mengarungi dinamika politik lokal yang kerap penuh tarik-ulur kepentingan, kini masyarakat menanti: ke mana arah kepemimpinan baru akan membawa daerah ini? Pertanyaan paling mendasar yang mengemuka adalah—apakah bupati baru mampu mewujudkan cita-cita pembangunan yang menyentuh dua titik krusial: peningkatan ekonomi masyarakat dan pembangunan sumber daya manusia?
Dalam situasi ekonomi yang belum stabil, dengan angka pengangguran muda yang cukup tinggi, serta kualitas pendidikan dan keterampilan masyarakat yang masih jauh dari optimal, Bireuen tidak bisa hanya berjalan dengan rutinitas pemerintahan biasa. Dibutuhkan arah baru yang berani dan berpihak, bukan sekadar kosmetik politik dan proyek pencitraan.
Ekonomi Rakyat: Masih dalam Jerat Ketimpangan
Perekonomian Bireuen selama ini masih sangat bergantung pada sektor informal dan pertanian skala kecil. Pasar-pasar tradisional tetap menjadi nadi utama sirkulasi uang rakyat. Namun kenyataannya, pedagang kecil masih berjuang tanpa perlindungan harga dan akses modal. Sementara itu, petani mengeluhkan mahalnya pupuk, tidak stabilnya harga gabah, dan ketiadaan gudang penyimpanan yang layak.
Dalam konteks inilah, arah bupati baru diuji. Apakah ia mampu membangun sistem ekonomi rakyat yang kuat? Bukan sekadar bantuan sosial sesaat, tapi keberlanjutan ekonomi berbasis daya rakyat: koperasi, UMKM, pertanian modern, hingga penguatan pasar lokal.
Jika pemimpin baru hanya berkutat pada proyek infrastruktur tanpa menguatkan ekonomi rakyat, maka pembangunan itu hanya akan dinikmati oleh segelintir elit. Maka, fokus pada ekonomi inklusif adalah keharusan—dengan melibatkan langsung komunitas petani, nelayan, pedagang, hingga perempuan pelaku ekonomi mikro.
SDM: Pondasi Jangka Panjang yang Kerap Terlupakan
Masalah lain yang lebih sunyi tapi sangat menentukan masa depan Bireuen adalah soal pembangunan sumber daya manusia. Kualitas pendidikan dasar masih rendah, lulusan SMK tidak siap kerja, dan anak muda desa lebih memilih menjadi buruh di luar daerah daripada membangun potensi lokal.
Ini bukan semata soal fasilitas pendidikan, tapi visi besar yang harus dimiliki oleh seorang bupati: bagaimana membangun manusia, bukan hanya membangun jalan. Program pelatihan kerja, pengembangan vokasi, pemberdayaan perempuan, hingga digitalisasi pendidikan harus masuk dalam prioritas utama. Tidak boleh lagi pendidikan hanya menjadi agenda simbolik tanpa arah.
SDM yang unggul bukan hanya soal ijazah, tapi keterampilan, kejujuran, dan daya saing. Bupati baru harus melihat pemuda dan pemudi Bireuen bukan sebagai beban APBK, tapi sebagai aset yang harus diberi ruang berkarya.
Kepemimpinan yang Berpihak: Kunci Segalanya
Pembangunan ekonomi dan SDM hanya mungkin terjadi jika arah kebijakan diletakkan di atas fondasi keberpihakan. Keberpihakan pada rakyat kecil, pada anak muda yang tak punya koneksi, pada perempuan yang berdagang demi menyekolahkan anaknya.
Pemimpin Bireuen tidak boleh lagi bersandar pada logika birokrasi biasa, tapi harus hadir sebagai motor perubahan yang membumi. Mengunjungi gampong bukan hanya untuk formalitas, tapi mendengar keluh kesah dan menjadikannya dasar kebijakan.
Tak kalah penting, bupati baru juga harus berani bersih dari kepentingan kelompok. Jika kebijakan publik hanya melayani segelintir orang yang sama, maka sejauh apapun pembangunan berjalan, keadilan tak akan pernah hadir.
Harapan atau Sekadar Formalitas Baru?
Kini, rakyat Bireuen menanti. Mereka tak lagi banyak berharap janji, karena terlalu sering disuguhi kata-kata manis yang tak menjadi kenyataan. Yang mereka ingin lihat adalah tindakan: apakah sang bupati baru benar-benar punya keberanian untuk mengubah sistem? Apakah ia berani menolak proyek-proyek basa-basi dan menggantinya dengan program pemberdayaan yang nyata?
Jika iya, maka masa depan Bireuen masih punya cahaya. Tapi jika tidak, maka pergantian ini hanyalah ganti baju kekuasaan tanpa perubahan arah.
Penutup: Bireuen Harus Bangkit dari Pinggiran
Bireuen tidak bisa terus menjadi kabupaten yang hidup dalam bayang-bayang sejarah. Ia harus menjadi wilayah yang menatap masa depan dengan semangat baru. Dan semua itu bermula dari satu keputusan penting: arah kepemimpinan. Arah yang tidak sekadar memoles wajah kota, tetapi membangun dari akar—dari ekonomi rakyat dan SDM yang kuat.
Pemimpin yang baik adalah yang mampu menyalakan api harapan dalam dada orang-orang kecil. Dan mungkin itulah tugas pertama yang paling mendesak bagi bupati baru Bireuen: memulihkan kepercayaan rakyat bahwa perubahan itu masih mungkin.