Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Perselingkuhan Digital: Bom Waktu yang Menggerogoti Rumah Tangga

Selasa, 08 April 2025 | 22:40 WIB Last Updated 2025-04-08T15:42:45Z





Perselingkuhan bukanlah fenomena baru dalam sejarah manusia. Namun di era digital, bentuk dan skalanya berubah secara radikal. Dulu, perselingkuhan membutuhkan pertemuan fisik, momentum, dan keberanian. Kini, cukup dengan satu klik, satu emoji, atau satu pesan di ruang pribadi aplikasi seperti WhatsApp, Facebook, Telegram, atau TikTok—ikatan suami-istri bisa terguncang seketika

.

Selamat datang di era perselingkuhan online, di mana batas antara “cuma teman chatting” dan “selingkuhan virtual” makin kabur, tetapi dampaknya tetap sama: luka, kehancuran, dan rusaknya tatanan rumah tangga.


Dimulai dari Obrolan Biasa


Banyak perselingkuhan digital berawal dari hal-hal sepele. Komentar di story Instagram, chatting ringan saat lembur kerja, atau obrolan basa-basi dengan teman lama. Namun dari kebiasaan ini muncul kedekatan emosional yang tidak disadari.

Pelan-pelan, curhat menggantikan komunikasi dengan pasangan sah. Lalu muncul keterikatan, perhatian, dan bahkan “cinta digital” yang menjurus pada hubungan gelap. Meski tidak terjadi kontak fisik, kedekatan batin ini seringkali jauh lebih berbahaya. Dalam banyak kasus, justru perselingkuhan emosional lebih melukai hati pasangan dibanding perselingkuhan fisik.


Dunia Maya, Rumah Tangga Nyata yang Terguncang


Fakta menyedihkan menunjukkan bahwa media sosial menjadi pemicu utama keretakan banyak rumah tangga saat ini. Statistik perceraian yang dilaporkan di sejumlah kota besar menunjukkan peningkatan akibat “gangguan pihak ketiga dari media sosial”. Banyak pasangan yang kehilangan kepercayaan karena salah satu terlalu dekat dengan lawan jenis di dunia maya.


Teknologi yang seharusnya mendekatkan, justru menjadi alat pengkhianatan. Bahkan ada aplikasi-aplikasi yang sengaja dirancang untuk komunikasi rahasia, dengan fitur pesan otomatis terhapus, penyamaran akun, hingga penguncian percakapan.


Ini bukan sekadar soal moral individu, tapi sudah menjadi masalah sosial yang perlu ditangani secara lebih serius.

Di Mana Posisi Hukum dan Agama?

Sayangnya, dalam banyak kasus, pelaku perselingkuhan digital tidak bisa dijerat hukum karena dianggap belum melakukan hubungan fisik. Di sisi lain, masyarakat kita masih memaklumi bentuk-bentuk pengkhianatan non-fisik sebagai “bukan hal besar”.

Padahal dari perspektif agama, zina mata, zina hati, dan zina lisan sudah cukup untuk membuat manusia berdosa. Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap anak Adam telah ditetapkan bagiannya dari zina… Zina mata adalah melihat, zina telinga adalah mendengar, zina lisan adalah berbicara…” (HR. Bukhari & Muslim).

Aceh, sebagai provinsi bersyariat, perlu memikirkan cara untuk mengakomodir tantangan ini dalam pendekatan hukum dan edukasi moral. Jika tidak bisa dijerat dengan jinayah, setidaknya perlu ada mekanisme pembinaan, konseling, atau intervensi dari lembaga adat dan agama.

Peran Keluarga dan Literasi Digital Emosional

Mengatasi perselingkuhan online tidak cukup dengan mengatur hukum atau menutup akses. Yang lebih penting adalah membangun kesadaran emosional dan komitmen moral dalam rumah tangga. Pasangan suami istri perlu membangun komunikasi yang sehat, menjaga transparansi dalam penggunaan media sosial, dan saling terbuka terhadap potensi godaan digital.

Di sisi lain, pendidikan keluarga—baik dari orang tua kepada anak-anak maupun antar pasangan—harus mencakup literasi digital berbasis akhlak. Ajarkan sejak dini bahwa menjaga hati di era internet jauh lebih berat dibanding menjaga tubuh.

Penutup: Menjaga Kesetiaan di Era Digital

Kesetiaan adalah salah satu tiang utama dalam rumah tangga. Tapi di zaman ini, ia terus-menerus diuji oleh notifikasi, DM, dan kehadiran “orang ketiga” yang tidak nyata tetapi merusak.

Dunia digital telah membuka ruang-ruang gelap bagi banyak bentuk pengkhianatan. Dan jika kita tidak waspada, keluarga bisa hancur bukan karena badai besar, tapi karena celah kecil yang dibiarkan terbuka setiap hari di layar ponsel kita sendiri.

Kini saatnya semua pihak—keluarga, tokoh agama, negara, dan masyarakat—bekerja sama menjaga keharmonisan rumah tangga dari serangan sunyi bernama perselingkuhan online.


Penulis 

Oleh: azhari