Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Rindu Kakek dan Nenek Kembali: Warisan Indatu yang Hilang Tanpa Jejak

Selasa, 08 April 2025 | 01:27 WIB Last Updated 2025-04-08T05:16:01Z


Oleh: azhari 

Ada rindu yang tak bisa ditebus waktu.
Ada wajah yang tak terekam kamera, tapi lekat dalam ingatan: kakek dan nenek kita—para penjaga nilai, penyampai hikmah, pewaris adat, dan pemeluk doa dalam diam.

Kini, mereka tiada. Yang tersisa hanya bayang kenangan, dan warisan yang perlahan hilang tanpa jejak.
Mereka Pergi, Kita Terlalu Sibuk Melihat Dunia
Kakek dan nenek bukan hanya orang tua dari orang tua kita. Mereka adalah perpanjangan Indatu (leluhur)—penyambung masa lalu ke masa kini. Di tangan mereka, adat dijaga, tutur disampaikan, bahasa dipertahankan, dan marwah keluarga ditegakkan.
Dulu, di bale-bale rumah, kita duduk mendengar kisah Peureulak dan Samudra Pasai, kisah perang dan damai, kisah pantun dan hikayat.

Sekarang? Kita tenggelam dalam layar, tersambung dengan dunia, tapi terputus dari akar.
Warisan Indatu yang Hilang: Bukan Karena Terlupakan, Tapi Karena Tak Lagi Dianggap Penting
Bahasa Ibu mulai jarang digunakan.

Di rumah, anak-anak lebih diajari bicara "keren", bukan "karap bek lagee nyan".
Tata krama dan adab mulai longgar.
Kakek mengajarkan: jalan harus tunduk, bicara harus sopan. Sekarang? Semuanya serba spontan, serba cepat.

Doa dan petuah diganti algoritma.
Dulu, nasihat hidup datang dari bibir yang keriput dan hati yang ikhlas. Kini, kita lebih percaya akun motivasi di Instagram.
Saatnya Kita Bertanya: Apa yang Akan Kita Wariskan?

Jika kita lupa pada kakek dan nenek, pada adat dan akar, maka anak cucu kita nanti tak akan tahu mereka berasal dari siapa.
Kita bukan sekadar hidup untuk sukses di dunia modern, tapi punya tanggung jawab menjaga jejak. Karena nilai, adat, dan doa Indatu bukan untuk dipajang di museum, tapi untuk dihidupkan kembali—di hati, di rumah, dan di jalan hidup kita.
Penutup: Kakek dan Nenek Tak Akan Kembali, Tapi Warisan Mereka Bisa Kita Hidupkan

Rindu ini bukan sekadar untuk dikenang, tapi untuk diubah menjadi gerakan. Gerakan pulang ke akar. Gerakan mengenal kembali bahasa, adat, dan adab.

Kalau bukan kita, siapa lagi?
Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
“Kakek dan nenek telah pergi, tapi kami berjanji, warisanmu tidak akan hilang dalam diam.”